PEMATANG SIANTAR, BBISiber.co.id -Heritage dapat digunakan sebagai icon suatu daerah tertentu yang melambangkan peristiwabesar ataupun peninggalan yang ada pada suatu daerah tersebut. Heritage merupakanbukti/tanda petunjuk aktivitas yang dimiliki dan masih terus mempunyai nilai sejarah yangpenting. Heritage merupakan bagian dari nilai sosial catatan kehidupan keseharian masyarakat.Disamping itu, nilai-nilai yang dimiliki heritage juga merupakan catatan yang mengisi kenangandan adat-istiadat masyarakat.
Heritage merupakan warisan budaya yang dapat berupakebendaan, seperti monument, arsitektur bangunan, tempat peribadatan, peralatan, kerajinantangan, serta warisan budaya yang tidak berwujud kebendaan berupa berbagai atributkelompok atau masyarakat, seperti: cara hidup, norma, dan tata nilai.Kota Pematangsiantar sejak masa kolonial, Pematangsiantar di Sumatra Utara (sebelumnya Sumatra Timur) berfungsi sebagai pilar utama wilayah perkebunan Sumatera Timur(cultuurgebied van Sumatera Ooskust).Kota Pematangsiantar didirikan sebagai ‘KotaPerkebunan’.Komoditas perkebunan utama di Pematangsiantar meliputi: Teh (1908), Karet(1911), Kopi (1914), Minyak Sawit (1924), dan Sisal (1924).
Sehingga dari sisi perencanaan kota ini merupakan pusat wilayah barat Provinsi Sumatera Utara, dimana perencanaan kota selama periode kolonial mempengaruhi pembentukanPematangsiantar sebagai kota satelit, yang memfasilitasi kemajuan cepat wilayah pesisir timurSumatra.Kode kota yang mengatur perencanaan kota selama periode kolonial mempengaruhipendirian Pematangsiantar sebagai kota satelit, memfasilitasi kemajuan cepat wilayah pesisirtimur Sumatera.Di Pematangsiantar, memiliki bukti-bukti historisnya tampak jelas pada beberapa bangunanyang masih berdiri di inti kota.
Itulah sebabnya, berbagai detail foto arsip yang tersedia di KITLVmaupun Troppen Museum ataupun bangunan di Pematangsiantar menjadi saksi bisu tentangperkembangan pesat kota Pematangsiantar dewasa ini. Dari berbagai foto-foto yang tersediaitu, sejarahwan, antropolog, perencana kota, maupun pemerintah kota dapat mereka ulangjejak-jejak sejarah kelampauan kota. Dari sana, sebuah rekonstruksi perkembangan kesejarahankota Pematangsiantar dapat dibentuk. Salah satu bentuknya ialah seperti naskah (buku PotretSiantar Karangan El.Damanik. Dkk) yang memotret masa lalu Pematangsiantar dan dihubungkandengan kekiniaannya setelah 70 tahun terbebas dari kolonialisme. Kekhususan buku ini adalahmenjadikan bukti-bukti bisu, bangunan periode kolonial di Pamatangsiantar menjadi objek dandestinasi wisata kota atau city tourism. Bukti yang ada saat ini sebagai potensi cagar budayaadalah Gedung Juang (Gedung Nasional), Gedung Induk Kantor Walikota, Gedung BRI Cabang,Gedung Siantar Hotel dan Pabrik ES, Gereja HKBP Jl. Gereja, Museum dan masih banyak lagiyang berpotensi. Seperti Gedung Nasional, jika dinaikkan statusnya jadi Cagar Budaya, makasecara wilayah yang berada di Kota Pematangsiantar, tentu dapat diserahkan asset olehPemkab Simalungun, karena status merupakan cagar budaya di wilayah Kota Pematangsiantar.Untuk itu secara potensi Kota ini sudah banyak yang akan di legalkan statusnya menjadi“Herritgae/Cagar Budaya” Ibarat pepatah, Kota Yang Baik Adalah Kota Yang Mengingat Masalalunya’. Dengan demikian, kehadiran naskah ini menjadi salah5 satu dokumentasi di era moderntentang perkembangan kota Pematangsiantar. Dari pengerjaan ini, kemudian disusun follow-upataupun rekomendasi kepada pemerintah kota Pematangsiantar guna tetap melindungi, merawat dan melestarikan unit bangunan yang masih tersedia guna ditetapkan sebagai cagarbudaya sebagaimana tersebut pada UU nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya ataupunUU No. 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Budaya. Pelestarian dan Bangunan Pusaka Budaya diSiantar hanya dapat dimanfaatkan sebagai ruang publik dan destinasi wisata yang berkontribusibagi masyarakat.
Sebagai destinasi city wisata, oleh sebab itu secara turunan UU No.11 Tahun2010, Perda yang dijadikan regulasi Kota Pematangsiantar sudah ada Peraturan Daerah (Perda)Kota Pematang Siantar Nomor 1 tahun 2021 Tentang Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budayayang diundangkan pada tanggal 15 Februari 2021 lalu, namun kenyataannya masih sebatas jadipajangan. Bagaimana sikap Kota Pematangsiantar, mulai dari Walikota, DPRD danMasyarakatnya? Apakah potensi ini dibiarkan begitu saja??? Seharusnya sudah dapat dilakukantahapan-tahapan yang akan mewujudkan potensi-potensi tersebut menjadi “Cagar Budaya”,ayo kita Bersama mewujudkannya, yang tentunya harus dimulai dari Pemimpin Kota ini.(*) (Robert Tua Siregar P.hD. Ketua Pusat Unggulan Iptek Bina Ruang Univ.Prima Indonesia.Direktur Eksekutif Centre Urban And Rural Development Area) (CERUDER).
Reporter : Drs. Azhar Nasution
Editor : Fajar Trihatya