TOBA, BBISiber.co.id –Penebangan dan perusakan hutan lindung di Harangan Repa, Kelurahan Repa Sipolha, Kecamatan Pematang Sidamanik, Simalungun, perlu dicermati semua pihak, dan agar segera dihentikan, baik secara hukum maupun melalui program pelestarian.
Penegasan itu disampaikan General Manager Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark (UGGp), Azizul Kholis, Minggu (11/5/2025), menanggapi protes dan laporan warga Lingkungan IV Repa Sipolha atas tindakan sekelompok penebang hutan yang berada persis di bagian atas pedesaan mereka yang masih termasuk dalam ekosistem Kaldera Toba.
“Meskipun Harangan Repa tidak termasuk dalam wilayah pengelolaan Toba Caldera Geopark, namun sebagai bagian dari ekosistem kawasan Danau Toba, kerusakan di satu kawasan pasti mempengaruhi sistem geologi, biologi, dan budaya di kawasan sekitarnya. Oleh sebab itu, kami menyampaikan penghargaan terhadap warga yang telah mengambil inisiatif melaporkan peristiwa ini ke pihak terkait. Ini adalah bentuk kepedulian dan sebagai bukti masih adanya kesadaran kolektif warga dalam upaya menjaga kelestarian Kaldera Toba,” papar Azizul.
Oleh sebab itu, menurutnya, pihak-pihak yang terkait harus menunjukkan respon cepat dan sigap agar semangat masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan itu tidak padam. Kita berharap, tindakan tegas yang dilakukan kepada para perusak hutan juga akan memberikan pelajaran dan peringatan. Sebab apabila kita lalai dalam menangani kejahatan lingkungan karena tidak adanya korban manusia, maka kita telah menyepelekan konsekuensi yang akan diterima sebagai dampaknya,” tambah dosen Akuntansi FE Unimed itu.
Sebagaimana dilaporkan berbagai sumber, kawasan hutan lindung (Harangan Repa) terus mengalami kerusakan. Pepohonan besar di kawasan itu dibabat secara massif oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Melihat kondisi 4 hektar lahannya yang sudah terbuka, warga Lingkungan IV Repa Sipolha, yang tinggal tepat di bawah lereng Bukit Harepa yang rawan longsor, merasa takut dan dihantui bencana longsor.
Topan Bakkara, salah seorang warga setempat, meminta aparat penegak hukum bertindak tegas terhadap para pelaku. Ia khawatir pembalakan liar yang terjadi akan mengakibatkan bencana alam.
“Yang saya takutkan ini, bencana longsor. Kami tinggal di bawah lereng ini. Ini sudah termasuk penggundulan habis,” ujar Topan, Jumat (25/4/2025).
Meski pihak berwenang telah menjanjikan penindakan hukum terhadap para pelaku, kekhawatiran warga belum mereda. Mereka merasa tenang hanya jika penebangan pohon benar-benar dihentikan dan para pelaku dihukum sesuai hukum yang berlaku.
“Pepohonan raksasa yang selama ini menjadi benteng alami kawasan Danau Toba kini hanya menyisakan tunggul-tunggul kering bekas penebangan,” ucap Marojahan, warga lainnya.
Menurut Marojahan, masyarakat kini tak lagi berharap pada janji semata, melainkan menunggu aksi nyata dari aparat penegak hukum. “Bagi warga, pohon-pohon itu adalah nyawa yang dipertaruhkan. Lereng ini kini telanjang, yang tersisa dari Harangan Repa saat ini hanyalah tanah terbuka,” katanya.
Harangan Repa adalah bagian dari kawasan hutan lindung yang memiliki kerapatan vegetasi yang sangat penting karena mengikat dinding kaldera. Pohon-pohonnya memiliki berbagai ukuran, dari sebesar lengan hingga seukuran tiga pelukan orang dewasa, yang kini telah ditebang menggunakan gergaji mesin. Batang-batang kayu berserakan di tanah, dan dibiarkan begitu saja. Menurut warga setempat, iIni bukan pencurian kayu biasa, tetapi pembantaian hutan.
Ketua Hutan Kemasyarakatan (HKM) Lestari, Benson Marbun, mengatakan, aktivitas penebangan tersebut telah berlangsung selama sekitar sepekan. Ia menyebutkan bahwa pelaku utama diduga berinisial MD, seorang warga setempat.
Menurut Benson, meski sempat ada larangan dari pihak kehutanan, pelaku tetap melanjutkan aksinya tanpa mengindahkan imbauan tersebut.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPT KPH) II Pematang Siantar, Sukendra Purba, mengatakan, mereka telah melakukan patroli dan menyita gergaji mesin milik pelaku. Area hutan yang dirusak juga sudah dipetakan sebagai dasar penindakan lebih lanjut, namun tindakan hukum belum menunjukkan tanda-tanda yang jelas.
Ia menegaskan, hasil identifikasi kawasan yang terdampak akan menjadi dasar untuk pemberian sanksi, termasuk kemungkinan sanksi pidana bagi para pelaku.
Menilai proses ini, General Manager BP TC-UGGp Azizul Kholis memandang perlunya akuntabilitas penegakan hukum atas dugaan kejahatan lingkungan secara sigap dan menunjukkan adanya perhatian besar. Menurutnya, potensi ancaman dan kerusakan faktual sudah terjadi di kawasan Kaldera Toba. “Pemerintah dan UNESCO telah menetapkan Kaldera Toba sebagai kawasan Taman Bumi (Geopark) berskala internasional. Diperlukan kerjasama responsif semua pihak atas setiap potensi kerusakan lingkungannya. Apabila tidak, masyarakat lama kelamaan bisa apatis, dan kita malu di hadapan mata dunia,” tegas Azizul. (*)
Reporter : Tikwan Siregar