MEDAN, BBISiher.co.id. -Pakar Hukum Perundang – undangan DR. Ali Yusran Ge p}a, SH. MKn, MH mengatakan bahwa pelanggaran dan kejahatan hukum terhadap kendaraan yang masih dibebani jaminan fidusia berdasarkan UU No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pasal 36 bukan pada pidana sebagaimana diatur dalam KUHP.
Hal itu ditegaskan DR. Gea kepada wartawan kepada wartawan di Pondok Konstitusi Jalan Bakti Selatan Medan pada Kamis (19/6-2025).
Menurutnya, Aparat Penegak Hukum (APH) khususnya pihak kepolisian dalam menangani kejahatan dan atau pelanggaran yang kendaraannya masih dibebani oleh jaminan fidusia harus lebih profesional, transparan dan akuntabel sehingga tidak keliru dalam penerapan hukum dan tidak membawa kerugian hukum kepada semua pihak khususnya pada debitur objek jaminan fidusia.
Menurutnya, penerapan hukum pemidanaan terhadap kendaraan jaminan fidusia harus dikaji secara awal oleh Aparat Penegak Hukum terutama kepolisian baik dari aspek mens rea nya, syarat pemidanaannya, alat buktinya dan unsur – unsur penerapan delik yang diterapkan kepada setiap orang yang melakukan kejahatan dan atau pelanggaran bagi kendaraan.
Lebih lanjut dikatakannya, pertanggungjawaban hukum terhadap resiko kejahatan dan atau pelanggaran terhadap benda yang masih dibebani jaminan fidusia itu ada pada debitur.
Pernyataan DR. Gea ini berkaitan dengan maraknya kejahatan dan atau pelanggaran terhadap benda yang masih dibebani jaminan fidusia dan penerapan hukum yang di buat oleh aparat penegak hukum ( APH) terutama pihak kepolisian diduga banyak keliru dan merugikan pihak – pihak yang semestinya tidak patut dimintai pertanggungjawaban hukum bagi pihak – pihak tertentu.
Tujuan hukum itu memberi kepastian hukum, keadilan hukum dan kemanfaatan hukum bagi setiap warga negara.
Hakikat hukum adalah keadilan dan keadilan itu ada pada rasa suasana bathin setiap orang , maka keadilan hakiki hanya dapat dirasakan oleh suasana bathin setiap orang dan bukan berada pada pasal – pasal setiap peraturan perundang – undangan.
Aparat Penegak Hukum ( APH) wajib membedakan suatu peristiwa hukum terhadap kejahatan dan atau pelanggaran pada benda yang masih dibebani jaminan fidusia apakah suatu peristiwa pidana yang terjadi apabila dikaitkan dengan mens rea, alat bukti, unsur – unsurnya dan pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya.
Kecuali ada suatu peristiwa hukum diluar ruang lingkup yang diatur dalam UU No.19 Tahun 1999 berupa pencurian, pemalsuan data – data terkait dengan benda jaminan sedangkan delik penggelapan harus dikaji secara utuh dan mendalam peristiwanya, alat buktinya dan unsur – unsur sebagaimana diatur dalam KUHP agar tidak timbul kerugian hukum bagi setiap orang.
DR. Gea menambahkan dalam penerapan hukum diminta kepada Aparat Penegak Hukum (APH) khususnya rekan-rekan kita kepolisian agar tidak keliru dalam penerapan hukum, sehingga hukum bermanfaat untuk memberikan kebahagiaan bagi setiap orang dan bukan alat penderitaan. (*)
Reporter: M.Rizky Purnama
Editor: Aroen AR Jambak