MEDAN, BBISiber.co.id 14 Maret 2025 – Forum Kehutanan Daerah Sumatera Utara (FKD-SU) menggelar konsolidasi kehutanan Sumatera Utara terkait perkembangan kasus penguasaan dan pemagaran kawasan hutan lindung di Desa Ragemuk, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang. Dalam kasus ini, FKD menyoroti pentingnya penegakan hukum dan perlindungan terhadap kawasan hutan lindung di wilayah Sumatera Utara. Pertemuan konsolidasi kehutanan Sumatera Utara ini dihadiri Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sumut, Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan Wilayah 1 Medan, Kepala Seksi Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera, Kepala Seksi Balai Pengelolaan Hutan Lestari (BPHL) Wilayah II Medan, dan berbagai unsur kunci FKD dari konstituen LSM, Masyarakat Adat, Akademisi, dan Pemerhati kehutanan di Sumatera Utara dan juga pengurus Badko HMI Sumatera Utara.
Pada akhir Februari 2025, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sumut bersama masyarakat membongkar pagar seng yang mengelilingi sekitar 48 hektar kawasan hutan lindung di pesisir pantai Desa Ragemuk. Pagar tersebut didirikan oleh PT Tun Sewindu tanpa izin resmi dan menutup akses publik ke area pesisir.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sumut, menegaskan bahwa kawasan yang dikuasai dan dipagar merupakan hutan lindung milik negara. Yuliani Siregar, menegaskan bahwa pembongkaran dilakukan berdasarkan aduan masyarakat dan untuk menegakkan hukum terkait penggunaan, penguasaan dan pengusahaan kawasan hutan tanpa ijin.
Ketua Forum Kehutanan Daerah Sumatera Utara, Panut Hadisiswoyo menekankan bahwa tindakan pemagaran, penguasaan dan pengusahaan kawasan hutan lindung terutama kawasan mangrove tanpa ijin sesuai perundangan yang berlaku dapat merusak ekosistem dan mengganggu keseimbangan fungsi mangrove. FKD mendukung langkah DLHK Sumut dalam menegakkan hukum dan melindungi kawasan hutan lindung dari praktik ilegal. FKD juga mengajak semua pihak untuk menjaga integritas kawasan hutan dan mendukung upaya penataan kawasan hutan yang berazas keadilan demi keberlanjutan lingkungan hidup.
Selain itu, turut dibahas adanya permasalahan terkait pemberian ijin Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) yang tidak tepat dan penyalahgunaan ijin PHAT untuk mengeskploitasi hasil hutan kayu di lokasi yang tidak berijin PHAT dan juga pemberian ijin PHAT di wilayah FOLU Net Sink Sumatera Utara. Para pihak dari konsituen LSM mendesak BPHL untuk menunda, mengevaluasi dan pencabutan ijin PHAT yang bermasalah dan disalahgunakan untuk eksploitasi hasil hutan kayu.
Pertemuan konsolidasi ini merekomendasikan hal-hal berikut sebagai langkah tindak lanjut:
- Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera akan segera melakukan penyelidikan komprehensif terkait areal PT Tun Sewindu seluas 40.8 ha di dalam kawasan hutan lindung yang sudah masuk dalam SK Datin Keterlanjutan UU Cipta Kerja untuk memastikan akurasi areal sesuai dengan SK menteri KLHK No SK.1205/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2022 tanggal 30 November 2022;
- Penguatan dan optimalisasi kordinasi dan komunikasi antar instansi dan UPT kehutanan baik dari mulai KPH hingga UPT Kemenhut yang ada di Sumatera Utara agar memiliki pemahaman dan langkah gerak yang sama dalam menyikapi persoalan kehutanan di Sumatera Utara;
- Menyasar penertiban dan pengecekan legalitas perusahan-perusahan lainnya yang beroperasi di kawasan hutan negara terutama di sepanjang hutan mangrove pantai timur Sumatera Utara;
- Pertemuan dengan tematik penyelesaian persoalan ijin PHAT akan dibahas dalam pertemuan selanjutnya dengan melibatkan BPHL dan ATR BPN Sumatera Utara.
FKD Sumatera Utara menegaskan komitmennya untuk terus berperan aktif dalam upaya pelestarian hutan dan penegakan hukum terkait kehutanan di Sumatera Utara. FKD berharap kasus ini menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak untuk mendukung penataan kawasan hutan, menghormati regulasi dan berkontribusi pada pelestarian ekosistem hutan di Sumatera Utara. (*)
Reporter : Panut
Editor : Fajar Trihatya