Catatan Asal Jadi Bang HRN
Pilgub bulan November 2024 nanti diprediksi hanya akan menghadirkan dua petarung yang punya pengalaman tarung yang jauh berbeda kualitasnya.
Edy Rahmayadi adalah petarung handal yang punya pengalaman tarung di berbagai gelanggang “perang” baik sipil maupun militer. Dalam gelanggang militer Edy 24 kali bertarung untuk memenangkan posisi di berbagai tingkatan. Ketika berpangkat Letnan Dua sampai Kapten, Edy Rahmayadi selalu menjadi komandan di berbagai kesatuan dimana dia ditugaskan. Sedikitnya ada tujuh jabatan Danton dan Dankipan yang pernah disandangnya. Ketika berpangkat Mayor ada lima jabatan strategis seperti Kasi dan Danyon yang disandangnya. Ketika berpangkat Letnan Kolonel, lima kali Edy menjabat Dandim dan Kepala Staf Korem. Lalu ketika berpangkat Kolonel dia pernah menjabat Asops Kodam Iskandar Muda dan Komandan Resiman Taruna Akademi Militer. Saat berpangkat Brigadir Jendral beliau menjabat Komandan Korem. Ketika berpangkat Mayor Jenderal, Edy dipercaya menjadi Komandan Divisi Infantri I Kostrad dan Panglima Kodam I Bukit Barisan.
Terakhir dengan pangkat Letnan Jenderal Edy menjabat Pangkostrad, sebuah jabatan operasional perang tertinggi di Angkatan Darat.
Pensiun dari militer Edy berkiprah menjadi Ketua Umum PSSI dan terakhir Gubernur Sumatera Utara. Nah, jabatan-jabatan itu bukan dengan mudah didapatkan Edy, perlu perjuangan, “peperangan” dan strategi matang. Hebatnya jabatan-jabatan itu sangat linier, jelas urutan tingkatannya, 100 persen karena prestasi, bukan karena dekingan orang di belakang punggungnya.
Lalu bagaimana dengan Bobby Nasution? Sebelum menjadi Walikota Medan pada Pilwakot tahun 2021 Bobby bukanlah siapa-siapa. Namanya tak pernah tersurat dalam surat kabar apa pun di Medan. Dia hanyalah seorang anak culun mantan Dirut sebuah BUMN yang kebetulan adalah menantu Presiden RI. Para aktifis pernah berseloroh kalau prestasi terbesar Bobby adalah mempersunting putri Presiden.
Lalu apa yang dikerjakan Bobby selama jadi Walikota Medan. Hampir tak ada. Yang selalu mencul di permukaan hanyalah keluhan warga kota Medan atas kebijakan Bobby yang kadang irrasional. Barusan hari Minggu kemaren sekelompok Masyarakat yang mengatas namakan Koalisi Aliansi Lembaga Sumatera Utara (KOLAM) berunjuk rasa menuntut proyek-proyek mangkrak Bobby Nasution seperti Proyek Lampu Pocong sebesar Rp. 24 Milyar, Proyek Renovasi Stadion Teladan sebesar Rp. 404,19 Milyar, Proyek Underpass HM Yamin sebesar Rp. 170 Milyar, Proyek Pagar Cadika sebesar Rp. 4 Milyar, Proyek Islamic Center sebesar Rp. 432 Milyar, Proyek Gedung Kajari Medan yang roboh sebesar Rp 2,4 Milyar dan kebijakan ugal-ugalan Bobby seperti aturan parkir berlangganan yang tidak ada studi kelayakannya. Belum lagi bicara proyek gali-gali parit yang katanya untuk mengatasi banjir tapi banjir tetap meraja lela.
Artinya apa? Ya tak ada yang bisa dibanggakan dari Bobby. Malah issue-isue negative yang selama ini bersileweran di ruang publik akan menjadi “bom bunuh diri” Bobby jika sekiranya status mantu Presiden berakhir sejalan dengan berakhirnya masa jabatan Sang Mertua sebagai Presiden bulan Oktober mendatang.
Membandingkan kedua prestasi mereka ini (Edy Rahmayadi dan Bobby Nasution) secara factual seperti ini tentu saja akan berakibat signifikan pada saat pencoblosan tanggal 27 November 2024 nanti. Pada saat itu, Bobby Nasution tak punya kekuatan pendukung apapun lagi. Dia akan layu sebelum pesta digelar, kecuali ada imposible hand yang bekerja. Saat itu Edy Rahmayadi akan dengan mudah mengalahkan Bobby Nasution. Percaya tak percaya, ya kita tunggu saja. (*)
• Bang HRN adalah Direktur Eksekutif Bukit Barisan Institute